Perempuan Penganyam Pandan dari Desa Pantai Cermin, Mengayam Mimpi Anak Pesisir Hingga Mancanegara.
Tikar pandan kerap kali hanya dianggap sebagai alas duduk pengganti kursi di rumah, bahkan kini perannya tak jarang sudah terganti oleh karpet tebal bermotif ukiran klasik yang lebih elegan. Peran tikar pandan mulai tersisih untuk acara-acara penting tertentu. Lewat tangan dingin Eva Herlia lembaran anyaman pandan tak hanya bernilai guna tapi terdapat sentuhan seni dan history yang bernilai jual tinggi.
Memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah di sekitar pesisir Pantai desa Pantai cermin kanan dan kiri kabupaten Serdang bedagai Sumatera Utara. Tanaman pandan duri yang tumbuh liar melimpah disepanjang pesisir Pantai tidak menyulitkan eva mencari bahan baku membuat tikar anyaman. Melibatkan 75 perempuan-perempuan lintas generasi 5 diantaranya Perempuan muda memegang peranan marketing dan desain. Produk-produk anyaman pandan yang dibuat tidak hanya menjadi tikar tapi juga berbagi produk kriya seperti souvenir, kemasan makanan, cover buku, sendal, topi, dompet, tas dan sebagainya. koleksinya bisa dilihat di @mendaygalleryandsouvenir
Membuka Pintu Rejeki Lewat Potensi Warganya
Skill menganyam sudah ada turun temurun sejak jaman baheula, bahkan menjadi tolok ukur Perempuan jaman dulu yang hendak menikah haruslah khatam mengayam sekembar tikar, yang nantinya menjadi alas tidur di rumah barunya Bersama sang suami. Filosofi yang cukup dalam dari orang tua terdahulu bahkan untuk menikah tidak hanya butuh modal cinta saja, selain alas tidur skill menganyam bisa menjadi sumber penghasilan menambah pemasukan keluarga.
Dan pemikiran ini yang masih dianggap kolaborasi ciamik menjadi pondasi awal membangun perekonomian desa sekaligus memberdayakan Perempuan sekitar.
Buah dari ketelatenan dan pertolongan Allah Eva berhasil memperkenalkan Desa Pantai Cermin ke seluruh Indonesia dan mancanegara lewat anyaman pandan buatan ibu – ibu binaannya. Ibu-ibu pengerajin bisa ngantongi hingga Rp.3000.000 / bulan bahkan yang dulunya rata-rata hanya mampu menyekolahkan anak mereka hingga Tingkat SMA kini banyak yang telah menjadi sarjana.
“Kuncinya harus mau capek karena menyatukan berbagai isi kepala tidaklah mudah”, berselisih paham antar ibu-ibu pengerajin kerap terjadi tapi itu dijadikan tantangan sekaligus seni dalam membangun mimpi untuk kemajuan desanya.
Bersaing dengan produk yang lebih murah dan modern, Eva tak habis akal memasarkan produk anyaman pandan nya. Ia menyentuh Nurani para calon pembeli dengan kisah dibalik setiap motif anyaman. Lagipula tidak semua orang menyukai produk berbahan plastik, sebagian negara maju melirik anyaman pandan karena termasuk zero wasted menurunkan resiko pencemaran lingkungan limbah sampah plastik.
Membangun Desa Tak Bisa Seorang Diri
Sadar membangun desanya tidak bisa dilakukan seorang diri, lewat sinergi Kampung Berseri Astra Eva menjual gagasannya berharap sevisi misi dengan Astra. Bak gayung bersambut Desa Pantai Cermin Kanan Kecamatan Serdang Bedagai Sumatera Utara berhasil lulus kurasi dan menjadi penerima penghargaan Satu Indonesia dari Astra. Kampung Berseri Astra merupakan program Kontribusi Sosial Berkelanjutan Astra yang diimplementasikan kepada masyarakat dengan konsep pengembangan yang mengintegrasikan 4 pilar program yaitu Pendidikan, Kewirausahaan, Lingkungan dan Kesehatan.
Semoga makin banyak pelopor-pelopor pembangun negeri yang menginspirasi, salam inspirasi.
2 Comments
Tikar pandan dah lama punah dari rumahku, topi anyam pak tani eh topi kang kebun yang ada.
BalasHapusPerasaan sejak kecil dulu ku memang terobsesi dengan bentuk2 anyaman dan kegiatan menganyam itu sendiri. Sampai kini pun kalau ada tutorial merakit daun-daunan panjang itu pun masih aja disimpan videonya. Tapi praktiknya gak jadi-jadi🤣. Butuh guru langsung. Otakku tak mampu mengikuti video tutorial menganyam. Buat ketupat aja pun entah kapan berhasilnya
Buat ketupat bawang aku telah berhasil. Rencana mau belajar buat janur
Hapus